google-site-verification=-VT47BRGBGVdLjDl0yFFwnFoh2EwaFmBfVYKS-2bM-A Hikayat Datu Banua Lima - PULPENWANKERTAS

Hikayat Datu Banua Lima




Hikayat Datu Banua Lima (Ringkasan)


(Cerita ini merupakan versi lain, selain Hikayat Banjar Versi JJ. Ras,
dan banyak sekali perbedaan terutama pada garis silsilah dan alur
cerita)
Sakitar abad ke-5 M berdiri sebuah kerajaan yang merupakan kerajaan
permulaan di Kalimantan Selatan, jauh sebelum berdirinya Kerajaan Nagara
Dipa. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Tanjungpuri. Bermula
berdirinya Kerajaan Tanjungpuri adalah saat kedatangan bubuhan imigran
Malayu asal Kerajaan Sriwijaya di pulau sumatera sekitar Tahun 400-500
Masehi. Oleh karena kebudayaan imigran Malayu sudah lebih maju, lalu
mereka mendirikan kampung yang lama kelamaan berubah menjadi sebuah
kerajaan kecil. Para imigran Malayu tersebut banyak yang melakukan
perkawinan dengan panduduk setempat, yakni suku Dayak (Maanyan, Bukit,
Ngaju), sehingga Kerajaan Tanjungpuri tersebut, panduduknya terdiri dari
orang Malayu dan Dayak. Perpaduan kadua suku tersebut akhirnya nanti
menurunkan suku Banjar (Asal muasal suku Banjar).
Semantara sekitar 3000-1500 SM untuk pertama kalinya Imigran dari
Yunnan di China Selatan datang ke tanah Borneo. Mereka inilah padatuan
‘nenek moyang orang Dayak atau istilahnya “Melayu tua”. Berabad-abad
lamanya Kerajaan Tanjungpuri berdiri, penduduknya makmur dan sajahtera,
hidup damai serta bahagia. Pada Tahun 1309 M berdiri juga sabuah
kerajaan orang Maanyan yang bernama “Nan Sarunai”. Kedua kerajaan ini
saling berkeluarga dan berteman dekat, tidak pernah ada permusuhan.
Walau berbeda keyakinan, –Kerajaan Tanjungpuri kebanyakan pangikut
ajaran Buddha sedangkan Kerajaan Nan Sarunai kebanyakan pengikut ajaran
Kaharingan– tapi kedua kerajaan tetap saling menghormati. Kedua kerajaan
sama-sama berkomitmen menjaga alam lingkungan, tidak mau menambang batu
bara yang banyak terdapat di wilayah kerajaan, apalagi menanam sawit
karena pada saat itu tidak ada istilah jual beli tanah dan sawit serta
hasil tambang batu bara.
Kerajaan Tanjungpuri mempunyai lima orang Panglima. Yang Partama
bergelar Panglima Alai, yang merupakan ahli politik dan strategi. Yang
Kedua, Panglima Tabalong, orangnya gagah, kuat, pemberani, dan berjiwa
ksatria. Yang Katiga, Panglima Balangan, Orangnya sangat tampan, pintar,
dan suka menuntut ilmu, sedangkan yang keampat dan kelima si kembar
yang bergelar Panglima Hamandit dan Panglima Tapin. Mereka berdua ini
orangnya cepat emosian, keras kepala, dan suka berkelahi. Kelimanya
bersaudara ini, anak dari Datu Intingan (Saudaranya Datu Dayuhan Kapala
suku Dayak Maratus) dan Dayang Baiduri (Putri Imigran Melayu keturunan
Sriwijaya).
Pada saat itu, Kerajaan Majapahit sangat berambisi untuk menguasai
Nusantara. Hal itu terjadi karena Maha Patih Gajah Mada sudah termakan
sumpah hendak ‘menguasai’ nusantara. Tapi oleh para politikus Majapahit
kata ‘menguasai’ diperhalus menjadi ‘mempersatukan’ nusantara. Ada
mata-mata Majapahit yang berdalih berdagang ke kotaraja kedua kerajaan
tadi, didapatlah informasi bahwa kedua kerajaan tersebut sangat makmur.
Istananya saja berlapis emas. Mendengar hal itu, Prabu Hayam Wuruk, Raja
Majapahit begitu berambisi untuk menguasai kedua kerajaan tersebut,
Kerajaan Tanjungpuri dan Kerajaan Nan Sarunai.
Pada Tahun 1356 Kerajaan Majapahit mengirim ekspedisi militer pertama
ke wilayah Borneo. Yang mula-mula diserang adalah Kerajaan Nan Sarunai.
Sakitar 5.000 pasukan Majapahit datang dengan kapal melewati Sungai
Barito yang dipimpin oleh Senopati Arya Manggala. Melihat pasukan yang
sangat banyak tersebut, lalu Kerajaan Nan Sarunai mminta bantuan ke
Kerajaan Tanjungpuri. Lalu oleh raja Tanjungpuri dikirim lima orang
Panglima tadi dengan membawa 1000 pasukan membantu Kerajaan Nan Sarunai.
Setelah itu pecahlah perang yang dahsyat antara pasukan Majapahit
melawan pasukan Nan Sarunai yang dibantu pasukan Tanjungpuri. Banyak
sekali jatuh korban di kedua belah pihak. Pasukan Majapahit yang
terkenal hebat dalam bertempur karena sudah berkeliling Nusantara
manaklukan berbagai kerajaan, saat itu mendapat perlawanan yang hebat
tak terkira. Banyak tentara Majapahit yang mati di tangan lima panglima
Tanjungpuri yang sakti-sakti tersebut. Panglima Alai yang ahli strategi
mengatur pasukan, Panglima Tabalong yang gagah mengamuk di barisan
paling muka, banyak tentara Majapahit yang terlempar ke udara
dilemparkan oleh panglima atau banyak juga yang dilemparkan ke tubuh
musuh yang berani mendekat. Sedangkan Panglima Balangan menjadi pimpinan
barisan pangawal raja, dengan kesaktiannya mampu melindungi raja dari
keroyokan pasukan Majapahit. Semantara Panglima Hamandit dan Panglima
Tapin beradu (duel) kesaktian dengan para pendekar Majapahit. Banyak
sudah Pendikar Persilatan Majapahit yang merupakan orang-orang bayaran,
mati di tangan Panglima Hamandit dan Panglima Tapin. Setelah dua hari
bertempur akhirnya pasukan Majapahit mampu dipukul mundur, bahkan
Senopati Arya Manggala penggal kepalanya terkena Mandau terbang
“Pangkalima Angkin”, Panglima Kerajaan Nan Sarunai yang terkenal sakti.
Sisa-sisa pasukan Majapahit lari terbirit-birit menuju kapal untuk
pulang ke Jawa.
Di Tanjungpuri setelah peperangan malawan Majapahit banyak
infrastruktur kerajaan yang hancur, ladang banyak yang rusak begitu juga
pohon karet banyak yang roboh. Pelabuhan kerajaan tidak ramai lagi
karena banyak padagang yang takut berlabuh setelah mendengar ada perang.
Maka tarjadi “krisis moneter” berkepanjangan di Kerajaan Tanjungpuri.
Kelima panglima kerajaan mendapat tanah kekuasaan masing-masing di
daerah lima aliran sungai yang berhulu di Pegunungan Maratus sebagai
hadiah dari Sri Baginda Darmapala. Daerah lima aliran sungai tersebut
akhirnya bernama sesuai gelar lima Panglima Tanjungpuri. Panglima Alai
mendapat wilayah yang bernama Batang Alai (sekarang menjadi Kabupaten
HST), Panglima Tabalong mendapat wilayah yang bernama Batang Tabalong
(sekarang menjadi Kabupaten Tabalong), Panglima Balangan mendapat
wilayah yang bernama Batang Balangan (sekarang menjadi Kabupaten
Balangan), Panglima Hamandit mandapat wilayah Batang Hamandit (sekarang
menjadi Kabupaten HSS), sedangkan Panglima Tapin mandapat wilayah Batang
Tapin (sekarang menjadi Kabupaten Tapin).
Ada kisah menarik antara dua Panglima kembar tersebut, yaitu Panglima
Hamandit dan Panglima Tapin, yang keduanya sama-sama menghendaki anak
Raja Tanjungpuri yang bernama Putri Diang Bulan, sampai-sampai yang
mereka berdua bertengkar, tapi karena sama-sama sakti, maka tidak ada
yang mampu saling mengalahkan. Akhirnya oleh Putri Diang Bulan, mereka
disuruh beradu ba igal (berjoget). Ternyata Panglima Tapin lebih hebat
berjoget daripada Panglima Hamandit. Oleh karena itu, orang-orang Tapin
banyak yang menguasai kesenian bajapin ‘bagandut.’ Tapi Putri Diang
Bulan tidak sampai hati memilih di antara keduanya. Akhirnya Putri Diang
Bulan kembali menyuruh mereka untuk beradu pantun ‘baturai pantun’ dan
ternyata Panglima Hamandit yang lebih hebat, makanya orang-orang daerah
Hamandit banyak menguasai bidang sastra. Karena sama-sama mempunyai
kelebihan, Putri Diang Bulan menjadi semakin bingung sendiri. Karena
kebigungan, akhirnya Putri Diang Bulan memilih kawin dengan Panglima
Alai. Oleh sebab itu, orang-orang Hamandit dan Tapin banyak yang tidak
suka dengan orang-orang Alai kalau urusan cinta dan perempuan. Panglima
Tabalong dan Panglima Balangan yang mengetahui soal cinta sagi empat di
antara saudaranya tersebut lebih memilih netral, tidak memihak ke
mana-mana. Datu Dayuhan dan Datu Intingan yang malihat hal tersebut
akhirnya cepat turun tangan berusaha untuk mempersatukan persaudaraan
mereka. Oleh karena itu, setiap tahun diadakan upacara ‘Aruh Ganal’ di
daerah pahuluan sana.
Arif Rahman (Bakulaan) Hidup adalah seni yang terus dan terus kita jalani, kadang kita di atas dan kadang kita di bawah, kadang kita tertawa sejenak dan kadang kita akan menitikan air mata, dan kita hanyalah wayang yang tak tahu sampai mana ending dari seni dunia ini.

Belum ada Komentar untuk "Hikayat Datu Banua Lima"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel